BLOGGER TEMPLATES AND Friendster Layouts »

Wednesday, February 3, 2010

friendship never end!

Teringat diriku pada masa-masa itu. Sifat manja, lugu, polos serta pemalu sungguh begitu melekat padaku. Kenangan terindah kala kanak-kanak, hanya itu yang kurasakan. Hanya kebebasan dan kasih sayang yang ada di hidupku. Sengguh berbeda dengan keadaan ku sekarang.


Kini ku hanyalah anak yang hendak beranjak dewasa. Nama lengkapku Ulima Mazaya Ghaisani, tetapi kalian dapat memanggilku Luli. Aku hanya seorang anugerah dari Sang Khalik yang dilahirkan di Semarang.


Pernah suatu hari aku diajak oleh orang tuaku untuk berbelanja di supermarket. Menariknya di Mall tersebut aku dapat menari-nari bak hanya aku sendiri di dalamnya. Aku juga tak tahu mengapa aku dapat melakukan hal yang cukup ‘gila’ tersebut. Aku hanya ingat pada saat itu sedang diputar lagu Sheila On 7, berjudul ‘Sephia’ dan ‘Anugerah Terindah yang Pernah Kumiliki’.


Teman-temanku saja sudah tidak heran, apabila ku begitu menomorsatukan band idolaku tersebut. Mereka hanya memandang sebelah mata tentang Sheila On Seven, dan akhirnya mereka menanyakan kepadaku tentang hal yang kurasa begitu konyol. Mereka bertanya


“Li, kok kamu bisa suka sama SO7, sih?”

”Emang kenapa. Nyampe tergila-gila gitu?”

”Kayaknya biasa ajah..”

Begitulah mereka saling mempernyambungkan pertanyaan mereka.

”Embb.. mereka yang memberiku inspirasi sama semangat yang begitu kubutuhkan dalam hidupku, malah menurutku, mereka sangatlah luar biasa dari yang kalian kira,” aku pun membelanya. ”Aku benar-benar bisa marah, kalau ada orang yang mengejek karier mereka! Ingat itu!” lanjutku

”Tapi kenapa?”

”Aku menilai orang itu, bukan dari fisiknya Guys.. tapi dari perjuangan mereka menggapai cita-cita yang mereka inginkan. Aku benar-benar mengerti kehidupan mereka. Mereka dapat menggapai kesuksesan yang mereka harapkan sekarang karena kerja keras yang mereka kerjakan dahulu telah membuahkan hasil yang begitu manis. Dari situlah Aku bisa membuat diriku bangkit kembali. Satu-satunya orang yang dapat mengubahku sampai saat ini hanyalah Mereka,” ujarku pada mereka secara panjang lebar.

”Owhh.. kami nggak nyangka itu semua Li,”

”Iya, mudah-mudahan Kamu bisa sesukses kayak mereka yah”

”Iyah, dah gitu, Kamu juga bisa ketemu sama mereka.”

Mereka akhirnya mengetahui itu semua, aku pun berharap, apa yang mereka ucapkan dapat menjadi sesuatu yang nyata.. Semoga..

Mereka pun terkadang memanggilku sebagai fans yang cukup fanatic. Wajar saja, dari umur lima tahun aku memang sudah mengagumi mereka lewat lagu-lagunya. Bahkan aku sudah dapat merekam semua lagu yang pernah mereka nyanyikan di otakku.

Di dalam Mall tersebut, tak sedikit orang yang mengambil gambarku melalui handphone atau kamera mereka. Tetapi aku tak mengubriskannya. Ketika lagu itu diganti, aku pun sempat menangis, menggemparkan seisi Mall tersebut. Kejadian itu terjadi kala ku masih menduduki Taman Kanak-Kanak. TK Aisyah Bustanul Athfal, tepatnya.

Lalu orang tuaku menyekolahkanku di SD Islam Al-Azhar 14 Semarang, dari situlah aku mendapatkan sahabat-sahabat. Diantaranya Ian, Ivan dan Odi. Bahkan sampai detik ini, aku masih dapat berkomunikasi dengan baik dengan Odi, walaupun sempat terjadi lost contact dengannya, akibat dari jarak yang cukup jauh yang memisahkan kami.

Ian dan aku hanya bersahabat selama dua setengah tahun, aku benar-benar menginginkan saat-saat itu kembali. Ketika kami berangkat dan pulang sekolah bersama-sama, dan bermain sepuasnya.

Aku dan Ivan dahulu hampir tak terpisahkan, teringat kembali diriku tatkala dia yang memberiku sebuah kalung cantik, sepatu, dan baju-baju yang indah, ia selalu memberikanku sesuatu, kala ku berulang tahun, begitupun sebaliknya. Dulu, sebelum kami mengenal handphone, kami selalu melakukan surat-menyurat, hampir setiap minggu kami melakukannya. Tetapi waktu telah memisahkan kami. Sedih memang tatkala mengingat perpisahan itu.

Aku menyadari bahwa kehidupan hanya ada satu unsur. Meninggalkan dan ditinggalkan, Sang Waktu lah yang berkehendak atas unsur tersebut. Aku bersama keluargaku harus meningggalkan kota kelahiranku, Semarang dan harus menuju Lampung.

Jika aku dapat mengubah satu hal saja, aku tak ingin timbul kata perpisahan. Itulah benakku dalam hati kala itu. Tetapi aku terus berharap Sang Waktu dapat terus bergulir, mencoba untuk mendapatkan sahabat-sahabat yang lain. Satu hal yang pasti, aku tak pernah dan takkan pernah menghapus semua kenangan terindah bersama mereka.

Pesawat terbang pun menjemputku, bersiap menghantarkanku menuju kota Bandar Lampung. Perjalanan pun berlangsung menyenangkan, dan menegangkan bagiku. Maklumlah ini baru pertama kali ku menaiki pesawat. Hehe..

Sesampainya di sini, tak pernah ku bayangkan sebelumnya! Sangatlah berbeda! Udara di sini terasa lebih sejuk dibandingkan kota kelahiranku. Tetapi, aku belum mempunyai seorang sahabat, jangankan sahabet, teman pun ku tak punya. Wajar saja, pasalnya dahulu aku benar-benar mengurung diriku sendiri di rumah, bukan karena aku sombong, tetapi aku memang pemalu dan tertutup.

Aku melanjutkan sekolahku di SD Kartika II-5 Bandar Lampung. Guru yang benar-benar ku idolakan dan takkan pernah terlupakan adalah Bapak Mujiono. Sampai-sampai pertanyaan yang beliau berikan padaku bertahun-tahun yang lalu, masih ku ingat. Beliau selalu mengulas kembali pelajaran yang beliau berikan hari itu, sewaktu hendak pulang sekolah.

”Baiklah, sekarang adalah pertanyaan rebutan, jika kalian dapat menjawabnya, maka kalian dapat pulang lebih awal dari yang lain,” ujarnya. ”Siap?”

”Yaya!” teman-teman begitu tak sabar akan itu.

”Jika kita berdiri di sebelah Selatan matahari, dimanakah letak bayangan kita?” tanya beliau.

Semua murid mengacungkan tangannya, berharap ia lah yang terpilih, tetapi tidak denganku.

”Coba Ulima, bisa njawab?”

Aku hanya terdiam seribu basa, karena pada pelajaran kali ini, aku tidak terlalu memperhatikannya.

”Ndak bisa,Pak,” kataku, yang masih terdengar sangat medok ’G’

”Ya sudah, mau tak kasih bantuan ndak?” tanyanya sambil mengikuti dialog asliku. Aku pun tersenyum dan menunduk karena malu.

”Lawan kata Selatan itu apa?” tanyanya sambil tersenyum.

”Utara,” jawabku tegas

”Silakan, Kamu bisa pulang,”

”Haaa? Cuma gitu jawabannya?” aku masih tidak percaya.

”Yaiyalah. Ngapain panjang-panjang,” beliau tertawa.

Akhirnya aku pun keluar lebih awal dengan perasaan yang masih bingung, sejak kejadian itu, aku tak mau bermain-main ketika belajar. Teman-teman yang lain menatapku dengan tatapan iri sambil ngedumel.

”Ihh, enak banget bisa jadi anak kesayangan guru!” guram mereka, yang masih dapat kutangkap dengan telingaku.

Waktu pun terus berjalan, menghantarkanku menuju kelas VI, di sana aku mendapatkan lima orang sahabat, mereka adalah Yanet, Nina, Ea, Ditha, dan Vita. Kami menghabiskan waktu bersama, dengan sifat yang berbeda satu sama lain.

Timbul kembali kata perpisahan, kami berpisah untuk melanjutkan sekolah yang berbeda-beda. Lost contact pun sempat terjadi, tetapi waktu memperbolehkan kami untuk menjalin sahabat kembali.

Sekolah menengah yang kuhadapi sekarang. Aku selalu berusaha dan berdoa agar mempunyai sahabat yang setia dan menerimaku apa adanya di SMP Negeri 22 Bandar Lampung ini. Aku belum begitu terbuka waktu ku masih menduduki bangku kelas VII. Aku jarang berkumpul bersama yang lain, mungkin mereka mengira aku sombong. Hehe

Di bangku kelas VIII, aku mendapat teman yang cukup akrab, salah satunya Dara, gadis berjilbab yang terkadang menyebalkan kalau dia sudah mengeluarkan jurus cubitan mautnya! Bisa-bisa badan bisa bengkak semua!

Umurku semakin bertambah, begitupun dengan perkembangan psikisku. Aku sudah mulai terbuka dengan sahabat-sahabatku tentang masalah-masalah kumiliki. Bahkan cerita yang tak harus kuceritakan.

Dengan adanya mereka, ku dapat merasakan indahnya kasih sayang yang sempat hilang dahulu. Mereka begitu memperhatikanku, memberi solusi yang benar-benar bermanfaat untukku. Aku benar-benar senang dengan kehadiran mereka.

Pernah tersirat sebuah kejadian antara aku dan sahabatku. Sungguh tiga hari yang menegangkan! Dia tidak lagi menyapaku dan selalu memalingkan pandangannya ketika ku lihat dia. Aku sampai menangis gara-gara kejadian tersebut. Hatiku sakit, jika kehilangan seorang sahabat, sahabat yang mengerti keadaanku sampai saat ini. Dia adalah Hady.

Aku begitu ceroboh kala itu, memang itu benar benar mengesalkan ketika ia melakukan hal seperti itu. Dia pun mengirim sebuah pesan singkat padaku,

”Ihh nyesel gue curhat ke elu!”

”Dia kan jadi sedih cuma gara-gara eloe!” lanjutnya.

Akupun naik pitam dan benar-benar tak sabar untuk memarahinya dan menasihatinya.

”Ehh inget ya,! Sejelek jeleknya semua sifat gue, gue nggak bakal ngebongkar rahasia eloe!”

”Yodah cukup,” balasnya lewat SMS

”Gue cma pengen loe tau semua ini, banyak orang yang sayang sama eloe, loe nggak boleh seenaknya gini sama orang yang sayang ama loe. Kasian orang yang digituin!”

”Udah cukup’’ ’’Jangan sms gue lagi, sebelum marah gue ilang !’’

’’Haah ? ’’Jangan sms gue lagi, sebelum marah gue ilang !’ Oke kalo itu memang mau loe ! Tapi kenapa sih loe susah ngehargai kelemahan orang ?’’

’’Inilah apa adanya gue, gue yang ceroboh dan gue yang nggak bisa jadi kayak eloe ! Atau mungkin... Loe bsa nganggep gue sampah di mata loe ! Nggak gue sangka, ternyata selama ini eloe gitu !’’

’’Bukan persahabatan namanya kalo loe nggak bisa ngehargain sahabat loe ndiri!’’ balasku dalam pesan singkat.

’’Baru tau loe ?’’

Aku tidak membalas pesannya. Aku merasa bingung. Aku marah karena itu semua, tetapi aku juga benar-benar sedih bila harus kehilangan sahabat yang begitu berarti dalam hidupku.

Tiga hari tanpa sapaan darinya, sikap dinginnya padaku yang tak dapat kulupa sampai saat ini.

Akupun berusaha untuk menghindar pula darinya. ”Tapi apa jadinya bila kuhidup tanpa sahabat?!” pikirku

Akupun meminta Dara untuk mendamaikanku dengannya. Ia pun sebisanya mencairkan suasana.

”Tolong sih dar, gue nggak mau berantem mulu. Gara-gara gue musuhan sama dia, gue nggak bisa tidur nyenyak.”

“Huu.. tidur mulu yang dipikirin!”

“Biarin lah, tidur kan bikin nambah cantik :D”

”Elu mah ratu molor!”

”Biarin ajah.. wleee :p”

”Tapi beneran yia... plis ini mah” lanjutku.

”Sebagai temen yang baik,,, oke lah..”

”Sippbbv, thanks yea

”Yoyoy.”

Aku, Dara dan dia sama-sama les di tempat yang sama.

Pada hari les tersebut, aku memang takut apabila berpapasan dengannya. Aku hanya menunduk saja sampai di ruangan tersebut. Kami tidak sekelas dengannya.

Lalu hari berikutnya dia mengirim pesan kembali.

”Wuihh,,sombong banget kemaren,” katanya.

”Kok?”

”Kok jawabannya kok?”

”Anaahh, kata loe ndiri, gue nggak usah cmz loe agy sblum marah loe ilang, brarti sekarang nggak marah lagy?” lanjutku.

”Mau dimaafin ngggak?” tanya Hady padaku.

”Yodah klo nggak mau temenan lagi seh nggak papa..”

”Hmmmm... gue nggak mau nyari musuh. Tapi gue mohon jangan diulangin yea.. gue jga gg bakalan gtu lagy, insyaallah J

”Jadi temenan agy kand?” lanjutku.

”Iyah :D”

”Ehh tau nggak? Kemaren gue nahan ketawa lho!”

”Napah?”

”Geli aja gue ngeliat mimik muka loe, pas loe turun dari mobil, mengkerut teruz, kyag takut bener ngeliat gue :D”

”Ihhhh loe mah! Jadi yang kemaren2 itu Cuma ACTED?”

”Yo’a,, sakit perut gue.. huahahahaha...”

”Gimana gue nggak takut, orang di depan gue kmren ada monster!!”

”Ihhh,, enak aja monster! Berarti act gue bagus juga yia?”

“Iye..... apalagi kalo dapet peran monster,”

“Hahaha,”

“Awas loe ya! Lain kali gue bales loe!!!!!!”

”Coba aja kalo berani,, wleee :p”

”Iye denk,, gue kand nggak berbakat jadi orang jahat haha” gurauku.

”Aihhh masa sieh :D”

”Iyalah :D”

”Makanya, jangan bikin gue marah..”

”Iyah.. iyahh”

Aku lalu mengucapkan terima kasih pada Dara yang telah menolongku.

Thanks a lot yea dar, gue udah baikan nih ama dia.. ya

”Yoyoy,, kand gue emang bidadari, rajin nolong lagee.. wakakak..”

Up to you lah.. yang jelas tengkiuuuu banget”

“Masama..”

Akhirnya kami kembali menjalin persahabatan yang erat. Bahkan, aku dapat menceritakan semuanya padanya. Jujur, aku terkadang bingung tatkala tak ada orang yang dapat ku andalkan, selain sahabat-sahabatku.

Sejak saat itu, aku tak mau lagi mengulang ’kebodohanku’ seperti kemarin. Beneran deh! Kapok banget!

Selain itu, aku juga mempunyai beberapa sahabat di kelas IX ini-terutama. Mereka adalah Tisa, Dara, Wiwid, Wayan, Hady, Septian, nanda, dan Kiki. Mereka selalu ada di saat aku membutuhkan. Aku juga selalu mencoba untuk berada di sisi mereka. Tatkala mereka jatuh, ku ’kan selalu berusaha untuk selalu membuat mereka bangkit.

Begitu pun sebaliknya, mereka selalu setia kapanpun dan dimanapun. Aku bangga mempunya sahabat seperti mereka.

Menurutku, hidup akan terasa seperti gersang, tanpa adanya seorang sahabat, jadi jangan sia-siakan sahabat yang telah kalian sayangi, karena sangatlah sulit mendapatkan seorang sahabat yang menyayangi kalian..

Satu lagi yang ku tahu, bahwa persahabatan takkan pernah usang ditelan waktu.

0 Comments:

Post a Comment