BLOGGER TEMPLATES AND Friendster Layouts »

Tuesday, June 21, 2011

Sesuatu Semacam Kematian

Suatu malam yang dingin, Aku masih dalam lamunan, menonton televisi yang entah gimana alur ceritanya. Terpaksa ditonton, karena nggak ada kerjaan yang beraarti. Baca novel? Bikin ngantuk. Notebookan? Bosen. Makan? Nggak ada makanan di kulkas. Dari pada kalian membaca ceritaku ini yang membosankan, alangkah baiknya untuk tidak membacanya. Lebih baik tidur pulas dan bermimpi indah. Lebih baik terpaksa tidur dari pada melihat ceritaku yang tidak berguna. Cerita yang tidak berguna itu datang ketika ibuku mulai bilang kalau aku harus tidur. Ya memang sih udah jam sepuluh malem, yaudah aku mulai masuk kamar, tapi berhubung belum ngantuk, aku justru mengambil hape dan mulai nyepam di account twitterku. Mungkin pulsa habis.. saat mengetahui bahwa twit yang aku buat berjalan begitu lama, segera aku mengecek pulsa, ternyata memang benar. Jadi aku memutuskan untuk mendengar lagu aja dari MP3 ku, dimulai dari TVXQ, yang berlanjut ke SS501, kemudian diakhiri dengan Super Junior. Aku pun tertidur. Berhasil

Keesokan harinya aku terburu buru. Entah mau kemana, aku aja nggak jelas kenapa berpakaian resmi banget gini. Nah kan udah kubilang, ini cerita yang membosankan, ngapain coba diliat, mending kalian tertidur pulas di tempat tidur kalian yang empuknya tiada tara. Bagi yang masih ngeyel baca, aku bakal terusin kejadian ini. Tapi jangan harap kalian betah, karena aku udah ngingetin buat tidur daripada ngeliat ceritaku ini.

Sesampainya di SMA 9, aku duduk, seperti biasa di meja paling belakang sebelah kanan, aku duduk di paling kiri dari meja itu. entak kenapa, tiba tiba datang kedua orang yang sudah cukup tua dan tampak menyeramkan. Baru ku sadari juga, ternyata disampingku bukan Agya, aku mulai panik, kenapa bisa kayak gini? Apa tadi bapak salah nganterin ke sekolah ya? Apa mungkin dalam semalam temen temen aku udah berubah semua mukanya? Tapi walaupun berubah, nggak mungkin kan Agya lepas jilbab? Lagian kenapa cuma aku yang pake jilbab? Alam mana ini?

Tapi mbak mbak di sampingku terlihat ramah. Sampai soal yang tak kumengerti tentang apa, pun telah ada di tanganku. Hmm ini kayak soal SNMPTN yang kayak kemaren bapak dapet deh. Emang sih kebetulan kemaren bapakku ikut ngawas, dan berhubung soalnya sisa, dia minta buat belajar. ‘oh, mungkin aku lagi ikut try out kali ya, wah agak dewa juga aku baru kelas X udah ikut beginian’ aku sebisa mungkin menahan ketawaku dari perkataan itu.

Aku bisa mengerjakan dengan baik, aku terus asik dengan kalkulator yang ku bawa, menghitung rumus rumus fisika dan kimia, sampai biologi aku bisa mengerjakan semua. Tinggalah soal matematika yang belum aku selesaikan. Sementara itu kedua pria cukup tua itu masih mengelilingi murid muridnya agak tidak ada yang menyontek. Bingung. Kenapa kakak kakak yang lain kebingungan ngerjain ini. Kan mudah? Aku aja yang masih kelas X bisa. Terucap syukur yang amat dalam. Mudah mudahan nilai try outku ini bisa mencukupi FK UGM.

Aku terus berusaha berfikir, mengingat ingat rumus yang sudah pernah aku terima. Mungkin sudah 45 menit, tinggal tersisa waktu 15 menit untuk mengerjakan 10 soal matematika. Semangat. Aku terus mengerjakan soal itu, berusaha berfikir, mengingat ingat rumus yang sudah aku terima. Lima menit sudah waktu yang tersisa, masih ada tiga soal yang belum aku cari jawabannya. Sampai ada suatu hentakan yang aku rasakan dari luar dibelakang. Ada bunyi aneh yang entah siapa atau apa sumbernya. Tetap mencoba fokus, tapi getaran itu semakin kuat! Lebih mengerikan terdengar suaranya! Bahkan lebih menyakitkan rasanya disbanding terkena setruman listrik dari charger hape yang aku rasakan satu bulan kemarin. Semakin aku mencoba untuk fokus entah kenapa rasa itu semakin bisa aku rasakan. Apa mungkin gempa? Tapi kenapa yang lain tidak panik sedikitpun? Ah mungkin halusinasi aku aja..

Sekarang getaran dan suara aneh itu terasa dari depan bagian luar. Ternyata salah satu dari pengawas, yang mempunyai rambut hanya di bagian belakangnya, keluar dari kelas. Dan berkata sambil mengingatkan ‘seseorang’ yang ada di luar untuk diam, cukup keras volume suara yang ia keluarkan untuk telingaku. Tapi ‘seseorang itu hanya berbisik, entah menggunakan bahasa apa, lebih susah terdengar dari bahasa mandarin yang selama ini pernah aku dengar bahkan termasuk bahasa perancis.
Tapi sepertinya ‘seseorang’ itu berkeinginan berat untuk masuk ke dalam. Sementara pengawas itu berulang kali bilang bahwa masih ada tes dan belum selesai di luar sana. Hah? Tes? Jadi ini bukan try out? Lalu ini tes buat apa? Aku bertanya Tanya dalam hati kecilku. Ah terserah lah mau tes apa aja, yang penting aku udah bisa ngerjainnya. Lho? Tapi kenapa harus di SMA 9? Sementara cuma aku anak SMA9 yang ikut tes yang ‘entah apa nama tes’ ini. Terus kenapa ‘seseorang’ itu pengen banget masuk ke dalam? Apa dia nggak baca peraturan.

Dan aku nggak tau ada apa tiba tiba ‘seseorang’ itu bisa masuk ke dalam. Mataku semakin tertuju padanya. Aku sudah tak peduli lagi dengan soal yang belum kuselesaikan. Terlihat begitu mencolok ‘seseorang’ itu. dengan jubah hitam pekat yang menutupi seluruh tubuhnya sampai ke kaki. Tapi tak jelas bagaimana bentuk wajahnya. Tak terlihat sama sekali. Aku hanya melihat dia secara perlahan masuk ke ruang kelas dan sekarang sudah berada di depan tengah kelas. Aku memberanikan diri untuk bertanya kepada mbak mbak yang ada di sampingku

‘mm, mbak, mbak tau nggak itu siapa?’

‘lho itu kan pengawas kita, dek’

‘oh bukan. Bukan itu yang aku maksud. Tapi yang itu.’ aku menunjuknya dengan jariku.

‘iya itu pengawas kita.’

‘bukan mbak, tapi yang pake jubah hitam yang nyeremin itu’

‘hha? Jubah hitam? Nggak ada tuh. Mungkin kamu cuma berhalusinasi. Atau stress ngerjain soal ?’

‘oh yaudah, mbak. Maaf ngganggu.’

‘iya’ balas mbak mbak di sampingku. Tapi aku tetap saja tidak percaya.

Orang jelas jelas ada di depan mata kok tu ‘orang’. Tingginya aja lebih dari dua meter. Masa iya nggak keliatan sih. Tapi aku melihat seisi ruangan yang tenang, seolah nggak ada apa apa. Apa cuma aku yang bisa ngeliat ’orang’ itu? bisikku dalam hati. Tapi kenapa kakiku semakin dingin? Rasa dingin itu sudah sampai ke betisku. Aku mengucapkan istighfar sebanyak mungkin. Tanpa kusadari (atau mungkin secara tidak sadar tidak menyadari) bahwa ‘seseorang’ itu perlahan menuju ke kursi ku. Ia sudah ada di pelakang barisan di tengah. Aku takut sekali. Takut kalau itu malaikat yang bertugas menyabut namaku.

Sial! Kenapa aku lupa bacaan syahadat!!! Rasa panik pun bertambah, mencoba mengingat bacaan itu. tapi masih belum bisa mengucapkannya.

Sekarang, dia menatapku, walau sampai saat ini aku belum bisa melihat wajahnya. Terlihat sebuah benda logam di balik jubahnya. Apa dia ingin benar benar membunuhku? Ibu, aku belum bisa jadi dokter, gimana caranya untuk membuat ibu bahagia, kalau aku harus mati di tempat ini sekarang? Aku pun mulai menangis. Aku sudah tak peduli dengan seisi ruangan yang melihat ke arahku dengan muka bingung. Aku menangis menahan ketakutan. Menangis sebisa mungkin. Tak peduli berapa banyak air mata yang bisa aku keluarkan. Tapi dengan menangis, ‘orang’ itu tidak mau menyingkir, seperti sebelumnya, ia tetap berjalan perlahan ke arahku. Aku makin terisak. Nafasku terhenti. Aku nggak bisa bernafas. Sesak. Sakit. Takut. Sampai akhirnya aku masih bisa berfikir bahwa itu adalah setan yang berusaha mengurangi imanku. Aku bisa mengucapkan lafadz ‘audzubillahiminasyaitanniradjim’ saat aku membaca itu, ‘orang’ itu terdiam sedetik. Aku semakin bingung, aku membaca semua suraat surat pendek yang aku tau. Beberapa kali membaca al-fatihah. Tapi masih belum bisa mengingat syahadat. Keringatku mulai bercucuran. Sesak. Sakit. Takut.

Aku berusaha sebisa mungkin membuka mataku, siapa tau ini hanya mimpi. Tapi nggak berhasil! Sekarang aku berusaha membuka mata sambil diiringi dengan surat surat pendek. Dan akhirnya ketakutan itu bisa diatasi, karena aku bisa terbangun dari mimpi aneh itu. jam digital yang setiap harinya aku letakkan di samping bantal pun berbunyi.

‘ah, udah jam tiga, saatnya tahajud’ tapi aku masih takut untuk pergi ke mushala, walaupun jaraknya hanya tujuh langkah dari kamarku. Aku takut kalau nanti ‘seseorang’ itu muncul di depan kamarku dan dengan sigap membunuhku.

Aku terus berada dalam fikiranku selama llima belas menit. Akhirnya aku memutuskan untuk keluar dan shalat, dengan alasan takut bahwa mimpi itu dari setan yang tidak ingin manusia menjalani shalat malam. Akhirnya dengan perasaan deg degan aku mengambil wudhu. Semua lampu di ruang tengah aku nyalakan. Mulailah aku shalat.
Setelah shalat, dengan sengaja aku tidak mematikan lampu di ruang tengah. Aku pun langsung tertidur. Keesokan paginya, seperti biasa, nenek ngomelin aku karena lampu nggak dimatikan. Tapi dari pada dijawab, mending cuma bilang’lupa’. Huh sungguh mimpi terburuk yang pernah aku dapatkan sampai saat ini. Semoga dengan mimpi itu, aku semakin bisa untuk mengingat Allah

Mungkin setelah membaca cerita ini, kalian akan berpikir lebih baik terpaksa tidur dari pada melihat ceritaku yang tidak berguna. Tapi terimakasih bagi kalian yang mau membaca ini sampai habis, atau hanya sebagian, ataupun hanya beberapa kalimat saja. Walaupun kalian terpaksa membaca ini pun, itu membuat ku senang.

0 Comments:

Post a Comment